Kepulauanseribu.net , Jakarta – Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menyatakan bahwa berdasarkan kajian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), lahan di Kepulauan Seribu cocok untuk dijadikan food estate atau lumbung pangan bagi DKI Jakarta.
“Kepulauan Seribu, yang kaya akan potensi ikan dan rumput laut, sesuai kajian BRIN dan Bappenas, bisa dijadikan lumbung pangan pada tahun 2025,” kata Heru dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, seperti dikutip Antara pada Rabu, 20 Maret 2024.
Heru Budi memilih Kepulauan Seribu sebagai lumbung pangan karena, menurutnya, tidak memungkinkan untuk membuat lumbung pangan di daratan DKI Jakarta. “Tidak memungkinkan di daerah pesisir dekat Jakarta karena potensi pencemaran limbah,” tambah Heru.
Menurut Heru, Kepulauan Seribu kaya akan hasil laut seperti ikan kerapu dan ikan napoleon. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana bekerja sama dengan BRIN, Bappenas, dan pemerintah pusat untuk menjadikan Kepulauan Seribu sebagai lumbung pangan.
Proyek ini sedang dikaji lebih lanjut oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat ketersediaan pangan di Jakarta.
Terbaru, Heru Budi Hartono mengungkapkan rencana melibatkan pihak swasta dalam pembiayaan pembangunan lumbung pangan di Kepulauan Seribu. “Kita akan berkolaborasi dengan pihak swasta,” ujar Heru setelah menghadiri kegiatan sembako murah di GOR Cengkareng, Jakarta Barat, pada Senin, 25 Maret 2024. Namun, ia belum menyebutkan detail tentang pihak swasta yang akan terlibat atau perkiraan anggaran yang diperlukan.
Heru menyatakan bahwa proyek ini diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta di masa depan. “Ini adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan PAD DKI Jakarta,” kata Heru.
Sementara itu, Koordinator Sekretariat Koalisi untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (Koral), Mida Saragih, menyarankan pemerintah DKI untuk menunda rencana pembangunan lumbung pangan di Kepulauan Seribu. Menurut Mida, banyak proyek serupa yang telah gagal, seperti di Pulau Pari, Pulau Panggang, dan Pramuka.
“Yang diperlukan saat ini bagi Kepulauan Seribu adalah penanganan polutan, evaluasi kegiatan industri di sekitar kepulauan, dan pemulihan lingkungan secara bertahap,” ujar Mida Saragih pada Ahad, 24 Maret 2024.
Mida juga menekankan pentingnya meminta pendapat masyarakat Kepulauan Seribu sebelum membangun lumbung pangan di wilayah tersebut. Ia menyoroti komoditas rumput laut, yang Heru Budi sebutkan sebagai potensi utama rencana lumbung pangan tersebut.
Menurut Mida, ada penelitian yang menunjukkan penurunan produksi rumput laut di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, yang terkait dengan kualitas lingkungan perairan. “Rumput laut merupakan komoditas penting di Kepulauan Seribu, tapi saat ini produksinya mengalami penurunan,” katanya.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa rumput laut tidak dapat berkembang optimal karena perbedaan antara kesesuaian perairan dengan kondisi nyata di lapangan.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa kandungan polutan minyak dan lemak di perairan Kepulauan Seribu melebihi baku mutu, dengan konsentrasi 23,17 mg/L selama musim hujan dan 26,83 mg/L saat musim kemarau, jauh melampaui baku mutu sebesar 1 mg/L. Kondisi ini berdampak negatif pada pertumbuhan rumput laut.
Karena tingginya polutan minyak dan lemak yang melebihi baku mutu, Mida merekomendasikan pemindahan lokasi produksi rumput laut ke perairan yang lebih bersih.
Selain itu, Mida juga menyatakan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu berada dalam kondisi buruk hingga sedang, dengan luasan karang sehat hanya berkisar antara 15,53 persen hingga 31,80 persen. Ia menekankan perlunya perlindungan yang serius dan konsisten bagi ekosistem pesisir di Kepulauan Seribu.
“Kami merekomendasikan penundaan implementasi proyek food estate,” tuturnya.